KLIK DISINI
https://youtu.be/xz8iPaSvK5Q
Vina Himaturrofi'ah
Minggu, 17 Mei 2015
Minggu, 14 Desember 2014
Sejarah Brunei Darussalam
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang
terletak di Asia Tenggara. Letaknya di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan
berbatasan dengan Malaysia. Brunei terdiri dari dua bagian yang dipisahkan di
daratan oleh Malaysia. Negara ini terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan
dalam melaksanakan syariat Islam, baik dalam bidang pemerintahan maupun
kehidupan bermasyarakat.
Brunei Darussalam merupakan salah satu dari enam
anggota ASEAN, adalah negara kecil di pantai utara Pulau Kalimantan. Ibu
Kotanya adalah Bandar Sri Begawan. Negara kesultanan ini dikenal sebagai negara
kaya karena hasil buminya. Pendapatan per kapita Brunei pada tahun 1986 adalah
14.200 dollar Amerika Serikat setahun.
Brunei Darussalam akui keberadaannya pada abad VI.
Pada saat itu Brunei Darussalam dikenal sebagai salah satu pelabuhan
persinggahan para pelaut china, arab, dan india. Para pelaut yang mendominasi
kaum pedagang tersebut biasanya singgah di pelabuhan Brunei Darussalam ini dan
kemudian melanjutkan pelayaran kedaerah-daerah yang kini dikenal dengan sebutan
Indonesia.
Brunei merupakan sebuah kerajaan yang
sangat besar. Wilayahnya mencakup bagian utara Kalimantan hingga
Filipina bagian selatan. Brunei tumbuh sebagai kerajaan yang sangat kuat
dan mengalamikejayaan pada abad keempat belas hingga abad keenam belas.
Sayangnya, puncak kejayaan tersebut tidak dapat berlangsung lama karena
adanya pengaruhkebudayaan dari bangsa Eropa. Pengaruh budaya tersebut secara
tidak langsungtelah mengikis rasa kebangsaan di dalam diri masyarakat Brunei
saat itu,akibatnya banyak terjadi perpecahan di tingkat regional.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana kondisi
geografis Brunei Darussalam ?
1.2.2
Bagaimana sejarah
Brunei Darussalam ?
1.2.3
Bagaimana kondisi Brunei Darussalam di
era pra-kesultanan ?
1.2.4
Bagaimana kondisi
Brunei Darussalam di era
Kesultanan ?
1.2.5
Bagaimana keadaan
sosial budaya masyarakat Brunei Darussalam?
1.2.6
Bagaimana pengaruh
Islam terhadap Brunei Darussalam ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Mengetahui kondisi
geografis Brunei Darussalam
1.3.2
Mengetahui sejarah
Brunei darusaalam
1.3.3
Mengetahui kondisi
Brunei Darussalam di era
pra-kesultanan
1.3.4
Mengetahui kondisi
Brunei Darussalam di era
kesultanan
1.3.5
Mengetahui keadaan
sosial budaya masyaarakat Brunei Darussalam
1.3.6
Mengetahui pengaruh Islam
di Brunei Darussalam
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Geografis Brunei
Darussalam
Brunei Darussalam termasuk kedalam wilayah Asia Tenggara dan juga
termasuk kedalam keanggotaan ASEAN. Letak dari negara Brunei Darussalam
terdapat di daerah Borneo atau Kalimantan yang berbatasan dengan negara
Malaysia. Negara ini dikenal dengan kemakmuran masyarakatnya serta terkenal
pula ketegasan dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan masyarakatnya yang berpedoman pada ajaran Islam.
Brunei Darussalam merupakan negara yang kecil di pantai
utara Kalimantan. Dengan ibukotanya di daerah Bandar Sri Begawan. Negara
kesultanan ini dikenal sebagai negara kaya karena hasil buminya. Pendapatan per
kapita Brunei pada tahun 1986 adalah 14.200 dollar Amerika Serikat setahun.[1]
Brunei merupakan negara yang tidak begitu mencolok
karena penduduk dan luas wilayahnya kecil. Brunei
terdiri dari dua bagian yang tidak berkaitan; 97% dari jumlah penduduknya
tinggal di bagian barat yang lebih besar, dengan hanya kira-kira 10.000 orang
tinggal di daerah Temburong, yaitu bagian timur yang bergunung-gunung. Jumlah
penduduk Brunei 383.000 orang. Dari bilangan ini, lebih kurang 46.000 orang
tinggal di ibukota Bandar Seri Begawan.[2]
Luas seluruh daerah kesultanan ini adalah 5.765 Km2.
Daerahnya terbagi menjadi 4 distrik, masing-masing Brunei/Muara, Tutong,
Belait, dan Temburong. Sejumlah kota utama termasuk kota pelabuhan Muara, serta kota Seria yang menghasilkan
minyak, dan Kuala Belait, kota tetangganya. Di daerah Belait, kawasan Panaga ialah kampung halaman sejumlah
besar ekspatriat, disebabkan oleh fasilitas perumahan dan rekreasi Royal Dutch Shell dan
British Army. Klub Panaga yang terkenal terletak di sini. Iklim Brunei ialah
tropis khatulistiwa, dengan suhu serta kelembapan yang tinggi, dan sinar
matahari serta hujan lebat sepanjang tahun.
Kira-kira dua
pertiga jumlah penduduk Brunei adalah orang Melayu. Kelompok
etnik minoritas yang paling penting dan yang menguasai ekonomi negara ialah orang Tionghoa
(Han) yang menyusun lebih kurang 15% jumlah penduduknya. Etnis-etnis ini juga
menggambarkan bahasa-bahasa
yang paling penting: bahasa Melayu yang merupakan bahasa resmi, serta bahasa Tionghoa.
Bahasa Inggris
juga dituturkan secara meluas, dan terdapat sebuah komunitas ekspatriat
yang agak besar dengan sejumlah besar warganegara Britania
dan Australia.
Agama Islam ialah agama resmi Brunei, dan
Sultan Brunei merupakan kepala agama negara itu. Agama-agama lain yang dianut
termasuk agama Buddha (terutamanya oleh orang Tiong Hoa), agama Kristen,
serta agama-agama orang asli (dalam
komunitas-komunitas yang amat kecil).[3]
Budaya Brunei
seakan sama dengan budaya Melayu,
dengan pengaruh kuat dari Hindu
dan Islam,
tetapi kelihatan lebih konservatif dibandingkan Malaysia.
Penjualan dan penggunaan alkohol diharamkan, dengan orang luar dan non-Muslim
dibenarkan membawa dalam 12 bir dan dua botol miras setiap kali mereka masuk
negara ini.
2.2
Sejarah Brunei Darussalam
Brunei
Darussalam adalah sebuah negara kecil yang terletak di Asia Tenggara. Letaknya
di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Brunei
terdiri dari dua bagian yang dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Negara ini
terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan dalam melaksanakan syariat Islam,
baik dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan bermasyarakat.[4]
Brunei
Darussalam akui keberadaannya pada abad VI. Pada saat itu Brunei Darussalam
dikenal sebagai salah satu pelabuhan persinggahan para pelaut China, Arab, dan India. Para pelaut yang
mendominasi kaum pedagang tersebut biasanya singgah di pelabuhan Brunei
Darussalam ini dan kemudian melanjutkan pelayaran kedaerah-daerah yang kini dikenal
dengan sebutan Indonesia.
Pada
dasarnya Brunei memiliki beberapa penyebutan istilah untuk menunjukkan nama
bunei Darussalam itu sendiri. Penyebutan Brunei Darussalam itu seperti Po-lo,
Po-li, atau Po-ni. Dalam sejarah
arab Brunei Darussalam dikenal dengan nama Zabaj
dan Randj. Sedangkan
penyebutan bagi para pelaut Arab yang singgah di negara Brunei ini dikenal
dengan nama laut Brunei, laut Brunei itu sendiri pada saat ini merunjuk pada
laut cina selatan.
Catatan
tradisi lisan diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan
Brunei berasal dari perkataan baru nah yaitu setelah rombongan klan
atau suku Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei
mencari tempat untuk mendirikan negeri baru. Setelah mendapatkan kawasan
tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategis yaitu diapit oleh bukit, air,
mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber
pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun mengucapkan perkataan baru
nah yang berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati
mereka untuk mendirikan negeri seperti yang mereka inginkan. Kemudian perkataan
baru nah itu lama kelamaan berubah menjadi Brunei.[5]
Catatan
sejarah Cina pada masa
pemerintahan Dinasti
Liang (502- 566 M)
menyebutkan tentang suatu daerah bernama Po-li
( Brunei). Po-li disebutkan sebagai
sebuah daaerah yang berada disebelah tenggara Cangton, berjarak sekitar 60 hari
pelayaran dengan tiupan angin biasa, dan membawahi 136 daerah. Didalam buku Chu
Tang Zhu diriwayatkan bahwa
sekitar tahun 630 M, Po-li
telah mengirimkan utusan ke China.Nama
Po-li mulai tergantikan
dengan penyebutan Po-lo
pada pertengahan abad VII. Penyebutan Po-lo
dimulai ketika Dinasti
Tang ( 618-906 M)
menyebutkan bahwa jika melakukan perjalanan laut dari Chih-Tu kearah barat daya
maka akan sampai disebuah daerah bernama Po-lo.
Pada masa itu, sekitar tahun 669 M, raja Po-lo
bersama dengan Huan-Wang (Siam) telah mengirimkan
utusan ke China
pada tahun 642, 669, dan 711 M. [6]
Memasuki
abad ke X, Dinasti
Sung ( 960-1279 M) yang berkuasa di China tidak lagi
menggunakan nama Po-lo
melainkan Pu-ni.
Mengutip dari buku Hsin Tang Shu, “ …. After the disappearance of the name
po-lo, po-ni is mentioned firt time in chinese literature visthe sung shih. “ menurut Charlington, Po-ni atau Pu-ni adalah nama yang
sama untuk menyebut Po-lo.
Penyebutan
Pu-ni terus digunakan
sepanjang masa pemerintahan Dinasti
Sung di China.
Penyebutan Po-li,
Po-lo, hingga Pu-ni dapat dikatakan
sebagai masa kerajaan Brunei Tua.[7]
2.3 Periodesasi Brunei Darussalam
2.3.1 Kondisi Brunei Darussalam di Era Pra-Kesultanan
Sejarah Brunei
sebelum era kesultanan tidak banyak diketahui. Hal ini terjadi mengingat
minimnya informasi dan bukti-bukti sejarah yang menceritakan terkait masalah
kehidupan dan kondisi pemerintahan di Brunei saat itu. Banyak ahli sejarah yang
menyakini bahwa sebelum era kesultanan yang ada saat ini, Brunei telah memiliki
suatu sistem pemerintahan tersendiri.
a)
Kerajaan
Vijayapura
Keyakinan ini
didasari oleh berbagai sumber dari kerajaan China dan Nusantara yang
menyebutkan bahwa pada masa itu telah ada sebuah kerajaan yang mengelola
kawasan Brunei. Sumber dari kerajaan Sriwijaya menyebutkan bahwa pada abad ke-7
di bagian barat laut Kalimantan terdapat sebuah kerajaan yang bernama
Vijayapura. Kerajaan Vijayapura ini berhasil ditaklukkan dibawah kekuasaan
kerajaan Sriwijaya yang berlokasi di pulau Sumatera. Namun bukti arkeologi
menunjukkan bahwa kerajaan tersebut berada dibawah pengaruh kerajaan China, ini
diperlihatkan dari penemuan koin logam China yang terbit pada abad ketujuh di
sekitar Brunei.[8]
2.3.1
Kerajaan Po-ni
Jika ditinjau dari aspek nama, kerajaan tersebut bercorak Hindu dan
mirip dengan sebuah daerah yang ada di India. Namun seberapa kuat pengaruhnya
saat itu belum diketahui. Sumber kuno lain menyebutkan bahwa pada abad ke-10,
kawasan tersebut dikuasai oleh sebuah kerajaan yang bernama Po-ni. Kerajaan
Po-ni ini telah melakukan kontak dengan Dinasti Song yang ada di China dan
beberapa kali melakukan hubungan dagang dengan Dinasti Song.
Teks sejarah dari Dinasti Song dan bukti arkeologi menunjukkan bahwa
kerajaan Po-ni sangat dipengaruhi oleh peradaban Hindu seperti yang ditularkan
oleh kerajaan Hindu yang terletak di pulau Jawa dan Sumatera. Sistem penulisan
yang digunakan menganut naskah Hindu Jawa dan Sumatera, bukan Hindu India. Ini
menunjukkan bahwa kerajaan Po-ni tidak memiliki hubungan yang erat dengan
kerajaan India.
Selanjutnya, dalam kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Prapanca
pada tahun 1365 menyebutkan bahwa kerajaan tersebut takluk dibawah kerajaan
Majapahit. Dalam versi Negarakertagama, kerajaan yang ditaklukkan oleh
Majapahit tersebut bernama Berune. Namun diperkirakan bahwa penaklukan yang
dilakukan oleh Majapahit tersebut tidak lebih dari hubungan simbolis.
Disebutkan bahwa setiap tahunnya, kerajaan Berune mengirimkan minuman yang
terbuat dari buah pinang sebagai upeti kepada kerajaan Majapahit.
Hubungan kerajaan Po-ni dengan kawasan lain juga semakin berkembang.
Pada tahun 1370-an, kerajaan ini menjalin hubungan dengan Dinasti Ming yang ada
di China. Hubungan kedua kerajaan diperkirakan sangat akrab, hal ini
diperlihatkan dengan adanya kunjungan penguasa Po-ni, Ma-na-jih-chia-na ke
ibukota Nanjing pada tahun 1408 dan meninggal dunia disana. Sejak saat itu
kehidupan kerajaan Po-ni tidak banyak diketahui karena pada tahun 1424, Kaisar
Hongxi dari Dinasti Ming menghentikan program maritimnya sehingga sejak saat
itu tidak ada lagi catatan terkait kerajaan Po-ni.[9]
2.3.2 Kondisi Brunei Darussalam di Era Kesultanan
Diceritakan bahwa menjelang kehancuran Dinasti Yuan,
China mengalami kekacauan yang sangat parah. Kondisi ini memaksa banyak orang
China melarikan diri. Orang-orang yang tinggal di sepanjang pesisir Fujian juga
turut melarikan diri dengan dipimpin oleh Ong Sum Ping. Mereka melarikan diri ke
arah timur Kalimantan dan masuk ke salah satu sungai disana. Saat itu sempat
terjadi kecelakaan yang membuat salah seorang anggota kehilangan lengannya.
Konon, orang-orang Melayu yang tinggal disekitar sungai melihatnya dan akhirnya
menamai sungai tersebut dengan nama Kinabatangan karena menjadi lokasi
hilangnya lengan salah seorang anggota tersebut.
Ong Sum Ping dan para pelarian lainnya mulai mendirikan
pemukiman dan membangun di sekitar sungai Kinabatangan. Ternyata pembangunan
yang dilakukan oleh Ong Sum Ping memiliki dampak yang sangat besar bagi
kehidupan disana. Kawasan tersebut mengalami peningkatan kemakmuran dan
kesejahteraan. Kondisi ini membuat Ong Sum Ping diangkat sebagai pemimpin di
kawasan tersebut. Orang Melayu memberinya gelar sebagai Raja sedangkan orang
China memberinya gelar “Chung Ping” yang berarti Jenderal.[10]
1) Sultan Muhammad
Shah
Kawasan tersebut awalnya dikuasai oleh Kesultanan Brunei, namun
karena adanya invasi dari Kesultanan Sulu, kawasan tersebut menjadi tidak
terurus. Kekuasaan Kesultanan Brunei pun hanya terbatas pada bagian utara
Kinabatangan, sementara kawasan lainnya tidak dapat dikontrol karena adanya
perebutan kekuasaan diantara sesama penduduk melayu lokal. Keberhasilan Ong Sum
Ping tersebut membuat Sultan Brunei, Muhammad Shah yang saat itu baru naik
tahta menjadi tertarik untuk menyatukan kekuasaan dengan Ong Ping.
Penyatuan kekuasaan tersebut ditandai dengan pernikahan antara Putri
Sultan dengan Ong Sum Ping. Pernikahan tersebut membuat Ong Sum Ping mendapat
gelar Maharaja Lela. Selain itu, Muhammad Shah juga menikahkan saudaranya,
Sultan Ahmad dengan adik perempuan Ong Sum Ping yang kemudian mendapat gelar
Putri Kinabatangan. Kedua pernikahan ini memberikan dampak yang luar biasa bagi
perkembangan Kesultanan Brunei.
Dengan bantuan Ong Sum Ping dan militer China, Kesultanan Brunei
berhasil mengusir invasi dari Kesultanan Sulu dan terhindar dari kehancuran
total. Pengaruh Ong Sum Ping di Brunei ternyata sangat besar da berdampak pada
pertumbuhan China di Brunei. Hampir di setiap kota dan desa di Brunei telah
dibangun perkampungan China dan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
disana. Salah satu kota peninggalan China yang masih ada saat ini adalah
keberadaan kota Kinabalu yang menjadi sentra pemukiman China.[11]
2) Sultan Abdul
Majid Hassan dan Sultan Ahmad
Pada tahun 1402, Sultan Muhammad Shah meninggal dunia dan digantikan
oleh anaknya, Sultan Abdul Majid Hassan. Adapun Ong Sum Ping diangkat sebagai
Bupati. Namun pemerintahan Abdul Majid Hassan ternyata tidak berlangsung lama.
Pada tahun 1406, Sultan Abdul Majid Hassan meninggal dunia. Pasca
kepergiannnya, Brunei mengalami kebuntuan politik dan vacum of power
selama dua tahun. Pada masa ini terjadi perebutan kekuasaan diantara para
bangsawan dan dimenangi oleh Sultan Ahmad, saudara Sultan Muhammad Shah yang
juga adik ipar Ong Sum Ping.
Pada masa ini, Ong Sum Ping telah memasuki usia lanjut. Dia
mengirimkan seorang diplomat dan dikawal oleh pasukan menuju ke China untuk
memberitahu kepada Kaisar Yong Le dari Dinasti Ming tentang kondisi Brunei dan
rencana kepulangan Ong Sum Ping ke China. Kaisar Yong Le senang dan melakukan
penyambutan besar atas kedatangannya. Ong Sum Ping akhirnya meninggal dunia dan
dimakamkan di China. Kekuasaan Ong Sum Ping di Brunei dilanjutkan oleh anaknya,
Awang. Dia berhasil menjalankan kekuasaan politik dengan baik dan memiliki
legitimasi yang kuat karena membawa nama besar ayahnya. Cerita tentang Awang
selanjutnya tidak banyak diketahui.
Begitu besarnya peran Ong Sum Ping terhadap Brunei membuat banyak
masyarakat Brunei yang mempercayai bahwa Ong Sum Ping merupakan salah satu
pendiri Kesultanan Brunei. Namun pandangan tersebut tidak disepakati oleh
kalangan Kesultanan karena Sultan menganut asas Melayu, Islam dan Beraja.
Meskipun demikian, Kesultanan masih sangat menghormati Ong Sum Ping. Hal ini
ditunjukkan dengan pemberian nama jalan Ong Sum Ping di Ibukota Bandar Seri
Begawan dan pembuatan museum yang berisi artefak Ong Sum Ping.[12]
3)
Sultan Syarif Ali
Kembali ke masalah Kesultanan. Sementara itu, Sultan Ahmad
menikahkan putrinya dengan Sultan Syarif Ali, seorang pria yang berasal dari
Semenanjung Arab dan masih termasuk kerabat Nabi Muhammad. Sultan Syarif Ali
inilah yang akhirnya menjadi Sultan setelah Sultan Ahmad.
Dibawah kepemimpinan Sultan Syarif Ali, Brunei mengalami kemajuan
yang sangat baik. Kesultanan Brunei mulai melakukan ekspansi secara bertahap
dan melakukan perluasan pengaruh ke beberapa negara. Kemajuan Brunei semakin
pesat dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511. Sistem
monopoli yang diterapkan oleh Portugis membuat sebagian besar pedagang
mengalihkan perdagangannya ke pelabuhan Brunei. Banyaknya pedagang muslim yang
masuk ke Brunei membuat pertumbuhan Islam di Brunei berlagsung dengan sangat
cepat.
Satu hal yang penting untuk dicatat adalah Kesultanan Brunei
menganut sistem Thalassocracy, sebuah sistem dimana fungsi Kesultanan bukanlah
untuk mengendalikan kepemilikan tanah tetapi mengendalikan perdagangan.
Masyarakat menganut sistem hierarkis dimana Sultan sebagai pucuk pemimpinnya.
Kekuasaan Sultan terbatas dan diawasi oleh sebuah Dewan yang memiliki fungsi
mengatur dan mengadakan suksesi Sultan.
4)
Sultan Bolkiah
Kesultanan Brunei mengalami kejayaan pada masa Sultan Bolkiah. Pada
masa ini kekuasaan Brunei semakin meluas dari Serawak, Sabah, Kepulauan Sulu
hingga ujung barat laut Kalimantan. Pengaruh Sultan juga menyebar hingga ke
Filipina dan memasukkan Teluk Manila kedalam koloninya. Selain itu Sultan juga
menjalin hubungan yang baik dengan Raja di Jawa dan Malaka. Kemakmuran ini
dinikmati oleh semua rakyat Brunei, hampir semua rakyat memiliki rumah kayu
yang berdiri diatas air, sebuah simbol kehidupan megah pada masa itu.
Pada tahun 1521, Antonio Pigafetta, seorang navigator dalam
ekspedisi Ferdinand Magellan menjadi orang Eropa pertama yang mengunjungi
Brunei. Dalam perjalanannya, Pigafetta menggambarkan Brunei sebagai sebuah kota
yang sangat menakjubkan. Setiap tamu besar yang akan bertemu dengan Sultan
selalu diantar menggunakan Gajah dengan tempat duduk yang berlapiskan kain
sutra. Penduduk istana menggunakan pakaian yang terbuat dari kain sutera
bersulam emas, dihiasi dengan mutiara dan memiliki banyak cincin dari batu
mulia.
Para pengunjung juga disuguh makanan menggunakan piring porselen,
sebuah alat makan yang begitu megah pada masa itu. Istana sultan juga
dikelilingi oleh tembok batu bata yang dilengkapi oleh tiang kuningan dan
meriam besi. Era kemakmuran berlangsung hingga Sultan kesembilan yakni Sultan
Hassan.
Setelah berakhirnya kepemimpinan Sultan Hassan, Brunei kehilangan
sosok pemimpin dan mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh
berbagai hal. Diantaranya adalah pengaruh kekuasaan Eropa yang begitu menonjol
di daerah, banyaknya terjadi perebutan kekuasaan di antara kaum bangsawan,
kemunduran sistem perdagangan tradisional, serta perpecahan diantara Kesultanan
di Asia Tenggara. [13]
2.4
Keadaan Sosial Budaya Masyarakat Brunei
Darussalam
Sejauh ini gambaran sejarah yang ditemukan baru mengungkapkan adat kebiasaan orang Pu-ni
(Po-ni) Brunei dimasa Dinasti
Ming 1268-1643 M. Orang
Pu-ni pada masa itu sering melakukan hubungan perniagaan (pertukaran barang) dengan negeri China. Ketika Dinasti Ming berkuasa,
beberapa barang perniagaan yang
ditukarkan pada masa itu berupa tikar, emas, tembikar,
porselen, plumbun (lead), barang perak,
emas, kain sutera,
kain kassa,
dan kiap. Adapun barang-barang
yang diperoleh China diantaranya kapur barus, tanduk rusa, timah, gelang dari gading gajah dan lain sebagainya.
Selain dengan
China, kerajaan Pu-ni memiliki hubungan perdagangan dengan Kochin, Jawa,
Singapura, Pahang, Terengganu, Klantan serta negeri-negeri sekitar Siam.
Adat kebiaasaan
orang Pu-ni dimasa lalu juga terrekam dalam jejak sejarah yang bercerita tentang kebiasaan dalam melangsungkan pemakaman. Pada masa itu, jika ada orang yang
meninggal maka mayatnya dimasukkan di dalam keranda kemudian ditinggal di hutan begitu saja. Setelah 2 bulan barulah pihak keluarga mulailah bercocok tanam. Kemudian orang Pu-ni biasanya mengadakan Keduri selama 7 tahun. Selama itu mereka menjamu, bersukaria,
menari dan menyanyi dengan diiringi gendang, seruling,
gong, cenang, tawak-tawak dan guling tangan. Jamuan tersebut diletakkan di atas daun kemudian mereka buang setelah makan.
Orang Pu-ni juga memiliki tradisi yang khas terutama dalam meracik obat luka yang dikenal dengan pokok. Obat orang Pu-ni berasal dari akar. Akar tersebut di goring
sampekhangus kemudian digosokkan kebagian yang luka.
Dalam hal
agama, orang Pu-ni menganut
agama Budha. Walau menganut agama Budha tetapi mereka tidak memiliki arca. Tetapi mereka membangun rumah budha yang
bertingkat-tingkat dengan atap yang berbentuk menara. Sementara di bawah menara terdapat dua rumah kecil berisi mutiara yang dinamakan Sen Fu (Sacred Budha). Pada saat hari Budha tiba, raja Pu-ni berangkat ke upacara untuk memuja bunga dan buah yang diadakan selama tiga hari bersama penduduk.[14]
2.5 Pengaruh Islam di Brunei
Darussalam
Brunei Darussalam adalah negara yang menganut sistem
pemerintahan monarki absolut islam. Sistem pemerintahan seperti ini dilaksanakan
secara terus menerus sampai saat ini. Raja pertama yang memeluk agama islam
ialah awang alak bettar pada tahun 1368 sampai kepada sultan Muhammad Tajuddin
beliau adalah sultan Brunei Darussalam yang ke-19, memerintah antara tahun
1795-1804 dan 1804-1807.
Sebelum masyarakat Brunei diperkenalkan dengan agama
islam, mereka sudah lebih dahulu mengenal ajaran hindu-budha. Hal ini
dibuktikan dengan adanya stupa yang dibuat oleh para musafir agama sebagai
tanda untuk memberikan informasi mengenai datang dan berkembangnya agama
tersebut. Namun replika batu nisan dari p’u kung chih mu, dan batu nisan
rokayah binti sultan abdul majid ibni hasan ibni Muhammad shah al-sultan, dan
batu nisan sayid alwi ba-faqih juga menggambarkan kedatangan sebuah agama yaitu
agama islam. Agama islam di Brunei Darussalam dibawa oleh para musafir
diantaranya pedagang dan mubaligh islam, sehingga islam memiliki pengaruh
sangat kuat dan mendapat tempat yang baik dikalangan masyarakat biasa maupun
keluarga kerajaan. Hal ini karna cara yang dilakukan untuk menganut agma islam
sendiri sangat sederhana yaitu dengan mengucapkan 2 kalimat syahadat, menjauhi
larangannya, dan mengerjakan perintahnya.
Islam sendiri mengalami perkembangan yang sangat pesat
di kesultananan Brunei sekitar tahun 1425 M. sekaligus diangkatnya syarif ali
menjadi sultan Brunei ke-13. Pada abad
ke 15 kerajaan malaka berada dibawah kekuasaan parameswara yang telah
menyebarkan pengarruhnya dan mengambil alih perdangan Brunei. Hal tersebut
perpengaruh terhadap penyebaran agama islam di Brunei yang awalnya dibawa oleh
para pedagang. Namun pada akhir abad ke-15 kekuasaan brunei dapat diambil
kembali oleh sultan Brunei. Sehingga kesultanan Brunei Darussalam memperoleh
masa kegemilangan karna telah berhasil merebut kekuasaan Brunei yang sebelumnya
telah direbut oleh parameswara. Masa kegemilangan ini berlangsung dari abad ke
15 hingga akhir abad ke 17. [15]
BAB III. PENUTUP
3.1 Simpulan
Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang terletak di Asia
Tenggara. Letaknya di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan
dengan Malaysia. Brunei terdiri dari dua bagian yang dipisahkan di daratan oleh
Malaysia. Negara ini terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan dalam
melaksanakan syariat Islam, baik dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan
bermasyarakat.
Brunei Darussalam merupakan negara yang kecil di pantai
utara Kalimantan. Dengan ibukotanya di daerah Bandar Sri Begawan. Luas seluruh daerah kesultanan ini adalah 5.765 Km2.
Daerahnya terbagi menjadi 4 distrik, masing-masing Brunei/Muara, Tutong,
Belait, dan Temburong.
Sejarah yang menyakini
bahwa sebelum era kesultanan yang ada saat ini, Brunei telah memiliki suatu
sistem pemerintahan tersendiri. Terbagi menjadi dua kerajaan yaitu kerajaan
vijayapura dan kerajaan po-ni.
Pada era kesultanan Brunei Farussalam dipimpin oleh Sultan Muhammad Shah,
Sultan Abdul Majid Hassan dan Sultan Ahmad, Sultan Syarif Ali, dan Sultan
Bolkiah.
Brunei Darussalam adalah negara yang menganut sistem pemerintahan
monarki absolut islam. Sistem pemerintahan seperti ini dilaksanakan secara
terus menerus sampai saat ini. Raja pertama yang memeluk agama islam ialah
awang alak bettar pada tahun 1368 sampai kepada sultan Muhammad Tajuddin beliau
adalah sultan Brunei Darussalam yang ke-19, memerintah antara tahun 1795-1804
dan 1804-1807.
3.2 Saran
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembacanya. Saran yang membangun diperlukan demi perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
M.C. Ricklefs, dkk. 2013. Sejarah Asia Tenggara Dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer. Depok
: Katalog Dalam Terbitan.
Langganan:
Postingan (Atom)