Minggu, 14 Desember 2014

Sejarah Brunei Darussalam


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang terletak di Asia Tenggara. Letaknya di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Brunei terdiri dari dua bagian yang dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Negara ini terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan dalam melaksanakan syariat Islam, baik dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan bermasyarakat.
Brunei Darussalam merupakan salah satu dari enam anggota ASEAN, adalah negara kecil di pantai utara Pulau Kalimantan. Ibu Kotanya adalah Bandar Sri Begawan. Negara kesultanan ini dikenal sebagai negara kaya karena hasil buminya. Pendapatan per kapita Brunei pada tahun 1986 adalah 14.200 dollar Amerika Serikat setahun.
Brunei Darussalam akui keberadaannya pada abad VI. Pada saat itu Brunei Darussalam dikenal sebagai salah satu pelabuhan persinggahan para pelaut china, arab, dan india. Para pelaut yang mendominasi kaum pedagang tersebut biasanya singgah di pelabuhan Brunei Darussalam ini dan kemudian melanjutkan pelayaran kedaerah-daerah yang kini dikenal dengan sebutan Indonesia.
Brunei merupakan sebuah kerajaan yang sangat besar. Wilayahnya mencakup bagian utara Kalimantan hingga Filipina bagian selatan. Brunei tumbuh sebagai kerajaan yang sangat kuat dan mengalamikejayaan pada abad keempat belas hingga abad keenam belas. Sayangnya, puncak kejayaan tersebut tidak dapat berlangsung lama karena adanya pengaruhkebudayaan dari bangsa Eropa. Pengaruh budaya tersebut secara tidak langsungtelah mengikis rasa kebangsaan di dalam diri masyarakat Brunei saat itu,akibatnya banyak terjadi perpecahan di tingkat regional.
1.2   Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana kondisi geografis Brunei Darussalam ?
1.2.2        Bagaimana sejarah Brunei Darussalam ?
1.2.3        Bagaimana kondisi Brunei Darussalam di era pra-kesultanan ?
1.2.4        Bagaimana kondisi Brunei Darussalam di era Kesultanan ?
1.2.5        Bagaimana keadaan sosial budaya masyarakat Brunei Darussalam?
1.2.6        Bagaimana pengaruh Islam terhadap Brunei Darussalam ?

1.3  Tujuan
1.3.1          Mengetahui kondisi geografis Brunei Darussalam
1.3.2          Mengetahui sejarah Brunei darusaalam
1.3.3          Mengetahui kondisi Brunei Darussalam di era pra-kesultanan
1.3.4          Mengetahui kondisi Brunei Darussalam di era kesultanan
1.3.5          Mengetahui keadaan sosial budaya masyaarakat Brunei Darussalam
1.3.6          Mengetahui pengaruh Islam di Brunei Darussalam













BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Geografis Brunei Darussalam
Brunei Darussalam termasuk kedalam wilayah Asia Tenggara dan juga termasuk kedalam keanggotaan ASEAN. Letak dari negara Brunei Darussalam terdapat di daerah Borneo atau Kalimantan yang berbatasan dengan negara Malaysia. Negara ini dikenal dengan kemakmuran masyarakatnya serta terkenal pula ketegasan dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan masyarakatnya  yang berpedoman pada  ajaran Islam.
Brunei Darussalam merupakan negara yang kecil di pantai utara Kalimantan. Dengan ibukotanya di daerah Bandar Sri Begawan. Negara kesultanan ini dikenal sebagai negara kaya karena hasil buminya. Pendapatan per kapita Brunei pada tahun 1986 adalah 14.200 dollar Amerika Serikat setahun.[1]
Brunei merupakan negara yang tidak begitu mencolok karena penduduk dan luas wilayahnya kecil. Brunei terdiri dari dua bagian yang tidak berkaitan; 97% dari jumlah penduduknya tinggal di bagian barat yang lebih besar, dengan hanya kira-kira 10.000 orang tinggal di daerah Temburong, yaitu bagian timur yang bergunung-gunung. Jumlah penduduk Brunei 383.000 orang. Dari bilangan ini, lebih kurang 46.000 orang tinggal di ibukota Bandar Seri Begawan.[2]
Luas seluruh daerah kesultanan ini adalah 5.765 Km2. Daerahnya terbagi menjadi 4 distrik, masing-masing Brunei/Muara, Tutong, Belait, dan Temburong. Sejumlah kota utama termasuk kota pelabuhan Muara, serta kota Seria yang menghasilkan minyak, dan Kuala Belait, kota tetangganya. Di daerah Belait, kawasan Panaga ialah kampung halaman sejumlah besar ekspatriat, disebabkan oleh fasilitas perumahan dan rekreasi Royal Dutch Shell dan British Army. Klub Panaga yang terkenal terletak di sini. Iklim Brunei ialah tropis khatulistiwa, dengan suhu serta kelembapan yang tinggi, dan sinar matahari serta hujan lebat sepanjang tahun.
Kira-kira dua pertiga jumlah penduduk Brunei adalah orang Melayu. Kelompok etnik minoritas yang paling penting dan yang menguasai ekonomi negara ialah orang Tionghoa (Han) yang menyusun lebih kurang 15% jumlah penduduknya. Etnis-etnis ini juga menggambarkan bahasa-bahasa yang paling penting: bahasa Melayu yang merupakan bahasa resmi, serta bahasa Tionghoa. Bahasa Inggris juga dituturkan secara meluas, dan terdapat sebuah komunitas ekspatriat yang agak besar dengan sejumlah besar warganegara Britania dan Australia.
Agama Islam ialah agama resmi Brunei, dan Sultan Brunei merupakan kepala agama negara itu. Agama-agama lain yang dianut termasuk agama Buddha (terutamanya oleh orang Tiong Hoa), agama Kristen, serta agama-agama orang asli (dalam komunitas-komunitas yang amat kecil).[3]
Budaya Brunei seakan sama dengan budaya Melayu, dengan pengaruh kuat dari Hindu dan Islam, tetapi kelihatan lebih konservatif dibandingkan Malaysia. Penjualan dan penggunaan alkohol diharamkan, dengan orang luar dan non-Muslim dibenarkan membawa dalam 12 bir dan dua botol miras setiap kali mereka masuk negara ini.
2.2 Sejarah Brunei Darussalam
Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang terletak di Asia Tenggara. Letaknya di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Brunei terdiri dari dua bagian yang dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Negara ini terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan dalam melaksanakan syariat Islam, baik dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan bermasyarakat.[4]
Brunei Darussalam akui keberadaannya pada abad VI. Pada saat itu Brunei Darussalam dikenal sebagai salah satu pelabuhan persinggahan para pelaut China, Arab, dan India. Para pelaut yang mendominasi kaum pedagang tersebut biasanya singgah di pelabuhan Brunei Darussalam ini dan kemudian melanjutkan pelayaran kedaerah-daerah yang kini dikenal dengan sebutan Indonesia.
Pada dasarnya Brunei memiliki beberapa penyebutan istilah untuk menunjukkan nama bunei Darussalam itu sendiri. Penyebutan Brunei Darussalam itu seperti  Po-lo, Po-li, atau Po-ni. Dalam sejarah arab Brunei Darussalam dikenal dengan nama Zabaj dan Randj. Sedangkan penyebutan bagi para pelaut Arab yang singgah di negara Brunei ini dikenal dengan nama laut Brunei, laut Brunei itu sendiri pada saat ini merunjuk pada laut cina selatan.
Catatan tradisi lisan diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari perkataan baru nah yaitu setelah rombongan klan atau suku Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru. Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategis yaitu diapit oleh bukit, air, mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun mengucapkan perkataan baru nah yang berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati mereka untuk mendirikan negeri seperti yang mereka inginkan. Kemudian perkataan baru nah itu lama kelamaan berubah menjadi Brunei.[5]
Catatan sejarah Cina pada masa pemerintahan Dinasti Liang (502- 566 M) menyebutkan tentang suatu daerah bernama Po-li ( Brunei).  Po-li disebutkan sebagai sebuah daaerah yang berada disebelah tenggara Cangton, berjarak sekitar 60 hari pelayaran dengan tiupan angin biasa, dan membawahi 136 daerah. Didalam buku Chu Tang Zhu diriwayatkan bahwa sekitar tahun 630 M, Po-li telah mengirimkan utusan ke China.Nama Po-li mulai tergantikan dengan penyebutan Po-lo pada pertengahan abad VII. Penyebutan Po-lo dimulai ketika Dinasti Tang ( 618-906 M) menyebutkan bahwa jika melakukan perjalanan laut dari Chih-Tu kearah barat daya maka akan sampai disebuah daerah bernama Po-lo. Pada masa itu, sekitar tahun 669 M, raja Po-lo bersama dengan Huan-Wang (Siam) telah mengirimkan utusan ke China pada tahun 642, 669, dan 711 M. [6]
Memasuki abad ke X, Dinasti Sung ( 960-1279 M)   yang berkuasa di China tidak lagi menggunakan nama Po-lo melainkan Pu-ni. Mengutip dari buku Hsin Tang Shu, “ …. After the disappearance of the name po-lo, po-ni is mentioned firt time in chinese literature visthe sung  shih. “ menurut Charlington, Po-ni atau Pu-ni adalah nama yang sama untuk menyebut Po-lo.
Penyebutan Pu-ni terus digunakan sepanjang masa pemerintahan Dinasti Sung di China. Penyebutan Po-li, Po-lo, hingga Pu-ni dapat dikatakan sebagai masa kerajaan Brunei Tua.[7]
2.3 Periodesasi Brunei Darussalam
2.3.1 Kondisi Brunei Darussalam di Era Pra-Kesultanan
Sejarah Brunei sebelum era kesultanan tidak banyak diketahui. Hal ini terjadi mengingat minimnya informasi dan bukti-bukti sejarah yang menceritakan terkait masalah kehidupan dan kondisi pemerintahan di Brunei saat itu. Banyak ahli sejarah yang menyakini bahwa sebelum era kesultanan yang ada saat ini, Brunei telah memiliki suatu sistem pemerintahan tersendiri.
a)    Kerajaan Vijayapura
Keyakinan ini didasari oleh berbagai sumber dari kerajaan China dan Nusantara yang menyebutkan bahwa pada masa itu telah ada sebuah kerajaan yang mengelola kawasan Brunei. Sumber dari kerajaan Sriwijaya menyebutkan bahwa pada abad ke-7 di bagian barat laut Kalimantan terdapat sebuah kerajaan yang bernama Vijayapura. Kerajaan Vijayapura ini berhasil ditaklukkan dibawah kekuasaan kerajaan Sriwijaya yang berlokasi di pulau Sumatera. Namun bukti arkeologi menunjukkan bahwa kerajaan tersebut berada dibawah pengaruh kerajaan China, ini diperlihatkan dari penemuan koin logam China yang terbit pada abad ketujuh di sekitar Brunei.[8]
2.3.1        Kerajaan Po-ni
Jika ditinjau dari aspek nama, kerajaan tersebut bercorak Hindu dan mirip dengan sebuah daerah yang ada di India. Namun seberapa kuat pengaruhnya saat itu belum diketahui. Sumber kuno lain menyebutkan bahwa pada abad ke-10, kawasan tersebut dikuasai oleh sebuah kerajaan yang bernama Po-ni. Kerajaan Po-ni ini telah melakukan kontak dengan Dinasti Song yang ada di China dan beberapa kali melakukan hubungan dagang dengan Dinasti Song.
Teks sejarah dari Dinasti Song dan bukti arkeologi menunjukkan bahwa kerajaan Po-ni sangat dipengaruhi oleh peradaban Hindu seperti yang ditularkan oleh kerajaan Hindu yang terletak di pulau Jawa dan Sumatera. Sistem penulisan yang digunakan menganut naskah Hindu Jawa dan Sumatera, bukan Hindu India. Ini menunjukkan bahwa kerajaan Po-ni tidak memiliki hubungan yang erat dengan kerajaan India.
Selanjutnya, dalam kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Prapanca pada tahun 1365 menyebutkan bahwa kerajaan tersebut takluk dibawah kerajaan Majapahit. Dalam versi Negarakertagama, kerajaan yang ditaklukkan oleh Majapahit tersebut bernama Berune. Namun diperkirakan bahwa penaklukan yang dilakukan oleh Majapahit tersebut tidak lebih dari hubungan simbolis. Disebutkan bahwa setiap tahunnya, kerajaan Berune mengirimkan minuman yang terbuat dari buah pinang sebagai upeti kepada kerajaan Majapahit.
Hubungan kerajaan Po-ni dengan kawasan lain juga semakin berkembang. Pada tahun 1370-an, kerajaan ini menjalin hubungan dengan Dinasti Ming yang ada di China. Hubungan kedua kerajaan diperkirakan sangat akrab, hal ini diperlihatkan dengan adanya kunjungan penguasa Po-ni, Ma-na-jih-chia-na ke ibukota Nanjing pada tahun 1408 dan meninggal dunia disana. Sejak saat itu kehidupan kerajaan Po-ni tidak banyak diketahui karena pada tahun 1424, Kaisar Hongxi dari Dinasti Ming menghentikan program maritimnya sehingga sejak saat itu tidak ada lagi catatan terkait kerajaan Po-ni.[9]
2.3.2   Kondisi Brunei Darussalam di Era Kesultanan
Diceritakan bahwa menjelang kehancuran Dinasti Yuan, China mengalami kekacauan yang sangat parah. Kondisi ini memaksa banyak orang China melarikan diri. Orang-orang yang tinggal di sepanjang pesisir Fujian juga turut melarikan diri dengan dipimpin oleh Ong Sum Ping. Mereka melarikan diri ke arah timur Kalimantan dan masuk ke salah satu sungai disana. Saat itu sempat terjadi kecelakaan yang membuat salah seorang anggota kehilangan lengannya. Konon, orang-orang Melayu yang tinggal disekitar sungai melihatnya dan akhirnya menamai sungai tersebut dengan nama Kinabatangan karena menjadi lokasi hilangnya lengan salah seorang anggota tersebut.
Ong Sum Ping dan para pelarian lainnya mulai mendirikan pemukiman dan membangun di sekitar sungai Kinabatangan. Ternyata pembangunan yang dilakukan oleh Ong Sum Ping memiliki dampak yang sangat besar bagi kehidupan disana. Kawasan tersebut mengalami peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan. Kondisi ini membuat Ong Sum Ping diangkat sebagai pemimpin di kawasan tersebut. Orang Melayu memberinya gelar sebagai Raja sedangkan orang China memberinya gelar “Chung Ping” yang berarti Jenderal.[10]
1)   Sultan Muhammad Shah
Kawasan tersebut awalnya dikuasai oleh Kesultanan Brunei, namun karena adanya invasi dari Kesultanan Sulu, kawasan tersebut menjadi tidak terurus. Kekuasaan Kesultanan Brunei pun hanya terbatas pada bagian utara Kinabatangan, sementara kawasan lainnya tidak dapat dikontrol karena adanya perebutan kekuasaan diantara sesama penduduk melayu lokal. Keberhasilan Ong Sum Ping tersebut membuat Sultan Brunei, Muhammad Shah yang saat itu baru naik tahta menjadi tertarik untuk menyatukan kekuasaan dengan Ong Ping.
Penyatuan kekuasaan tersebut ditandai dengan pernikahan antara Putri Sultan dengan Ong Sum Ping. Pernikahan tersebut membuat Ong Sum Ping mendapat gelar Maharaja Lela. Selain itu, Muhammad Shah juga menikahkan saudaranya, Sultan Ahmad dengan adik perempuan Ong Sum Ping yang kemudian mendapat gelar Putri Kinabatangan. Kedua pernikahan ini memberikan dampak yang luar biasa bagi perkembangan Kesultanan Brunei.
Dengan bantuan Ong Sum Ping dan militer China, Kesultanan Brunei berhasil mengusir invasi dari Kesultanan Sulu dan terhindar dari kehancuran total. Pengaruh Ong Sum Ping di Brunei ternyata sangat besar da berdampak pada pertumbuhan China di Brunei. Hampir di setiap kota dan desa di Brunei telah dibangun perkampungan China dan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan disana. Salah satu kota peninggalan China yang masih ada saat ini adalah keberadaan kota Kinabalu yang menjadi sentra pemukiman China.[11]
2)   Sultan Abdul Majid Hassan dan Sultan Ahmad
Pada tahun 1402, Sultan Muhammad Shah meninggal dunia dan digantikan oleh anaknya, Sultan Abdul Majid Hassan. Adapun Ong Sum Ping diangkat sebagai Bupati. Namun pemerintahan Abdul Majid Hassan ternyata tidak berlangsung lama. Pada tahun 1406, Sultan Abdul Majid Hassan meninggal dunia. Pasca kepergiannnya, Brunei mengalami kebuntuan politik dan vacum of power selama dua tahun. Pada masa ini terjadi perebutan kekuasaan diantara para bangsawan dan dimenangi oleh Sultan Ahmad, saudara Sultan Muhammad Shah yang juga adik ipar Ong Sum Ping.
Pada masa ini, Ong Sum Ping telah memasuki usia lanjut. Dia mengirimkan seorang diplomat dan dikawal oleh pasukan menuju ke China untuk memberitahu kepada Kaisar Yong Le dari Dinasti Ming tentang kondisi Brunei dan rencana kepulangan Ong Sum Ping ke China. Kaisar Yong Le senang dan melakukan penyambutan besar atas kedatangannya. Ong Sum Ping akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di China. Kekuasaan Ong Sum Ping di Brunei dilanjutkan oleh anaknya, Awang. Dia berhasil menjalankan kekuasaan politik dengan baik dan memiliki legitimasi yang kuat karena membawa nama besar ayahnya. Cerita tentang Awang selanjutnya tidak banyak diketahui.
Begitu besarnya peran Ong Sum Ping terhadap Brunei membuat banyak masyarakat Brunei yang mempercayai bahwa Ong Sum Ping merupakan salah satu pendiri Kesultanan Brunei. Namun pandangan tersebut tidak disepakati oleh kalangan Kesultanan karena Sultan menganut asas Melayu, Islam dan Beraja. Meskipun demikian, Kesultanan masih sangat menghormati Ong Sum Ping. Hal ini ditunjukkan dengan pemberian nama jalan Ong Sum Ping di Ibukota Bandar Seri Begawan dan pembuatan museum yang berisi artefak Ong Sum Ping.[12]
3)   Sultan Syarif Ali
Kembali ke masalah Kesultanan. Sementara itu, Sultan Ahmad menikahkan putrinya dengan Sultan Syarif Ali, seorang pria yang berasal dari Semenanjung Arab dan masih termasuk kerabat Nabi Muhammad. Sultan Syarif Ali inilah yang akhirnya menjadi Sultan setelah Sultan Ahmad.
Dibawah kepemimpinan Sultan Syarif Ali, Brunei mengalami kemajuan yang sangat baik. Kesultanan Brunei mulai melakukan ekspansi secara bertahap dan melakukan perluasan pengaruh ke beberapa negara. Kemajuan Brunei semakin pesat dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511. Sistem monopoli yang diterapkan oleh Portugis membuat sebagian besar pedagang mengalihkan perdagangannya ke pelabuhan Brunei. Banyaknya pedagang muslim yang masuk ke Brunei membuat pertumbuhan Islam di Brunei berlagsung dengan sangat cepat.
Satu hal yang penting untuk dicatat adalah Kesultanan Brunei menganut sistem Thalassocracy, sebuah sistem dimana fungsi Kesultanan bukanlah untuk mengendalikan kepemilikan tanah tetapi mengendalikan perdagangan. Masyarakat menganut sistem hierarkis dimana Sultan sebagai pucuk pemimpinnya. Kekuasaan Sultan terbatas dan diawasi oleh sebuah Dewan yang memiliki fungsi mengatur dan mengadakan suksesi Sultan.
4)   Sultan Bolkiah
Kesultanan Brunei mengalami kejayaan pada masa Sultan Bolkiah. Pada masa ini kekuasaan Brunei semakin meluas dari Serawak, Sabah, Kepulauan Sulu hingga ujung barat laut Kalimantan. Pengaruh Sultan juga menyebar hingga ke Filipina dan memasukkan Teluk Manila kedalam koloninya. Selain itu Sultan juga menjalin hubungan yang baik dengan Raja di Jawa dan Malaka. Kemakmuran ini dinikmati oleh semua rakyat Brunei, hampir semua rakyat memiliki rumah kayu yang berdiri diatas air, sebuah simbol kehidupan megah pada masa itu.
Pada tahun 1521, Antonio Pigafetta, seorang navigator dalam ekspedisi Ferdinand Magellan menjadi orang Eropa pertama yang mengunjungi Brunei. Dalam perjalanannya, Pigafetta menggambarkan Brunei sebagai sebuah kota yang sangat menakjubkan. Setiap tamu besar yang akan bertemu dengan Sultan selalu diantar menggunakan Gajah dengan tempat duduk yang berlapiskan kain sutra. Penduduk istana menggunakan pakaian yang terbuat dari kain sutera bersulam emas, dihiasi dengan mutiara dan memiliki banyak cincin dari batu mulia.
Para pengunjung juga disuguh makanan menggunakan piring porselen, sebuah alat makan yang begitu megah pada masa itu. Istana sultan juga dikelilingi oleh tembok batu bata yang dilengkapi oleh tiang kuningan dan meriam besi. Era kemakmuran berlangsung hingga Sultan kesembilan yakni Sultan Hassan.
Setelah berakhirnya kepemimpinan Sultan Hassan, Brunei kehilangan sosok pemimpin dan mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh berbagai hal. Diantaranya adalah pengaruh kekuasaan Eropa yang begitu menonjol di daerah, banyaknya terjadi perebutan kekuasaan di antara kaum bangsawan, kemunduran sistem perdagangan tradisional, serta perpecahan diantara Kesultanan di Asia Tenggara. [13]
2.4  Keadaan Sosial Budaya Masyarakat Brunei Darussalam
Sejauh ini gambaran sejarah yang ditemukan baru mengungkapkan adat kebiasaan orang Pu-ni (Po-ni) Brunei dimasa Dinasti Ming 1268-1643 M. Orang Pu-ni pada masa itu sering melakukan hubungan perniagaan (pertukaran barang) dengan negeri China. Ketika Dinasti Ming berkuasa, beberapa barang perniagaan yang ditukarkan pada masa itu berupa tikar, emas, tembikar, porselen, plumbun (lead), barang perak, emas, kain sutera, kain kassa, dan kiap. Adapun barang-barang yang diperoleh China diantaranya kapur barus, tanduk rusa, timah, gelang dari gading gajah dan lain sebagainya.
Selain dengan China, kerajaan Pu-ni memiliki hubungan perdagangan dengan Kochin, Jawa, Singapura, Pahang, Terengganu, Klantan serta negeri-negeri sekitar Siam.
Adat kebiaasaan orang Pu-ni dimasa lalu juga terrekam dalam jejak sejarah yang bercerita tentang kebiasaan dalam melangsungkan pemakaman. Pada masa itu, jika ada orang yang meninggal maka mayatnya dimasukkan di dalam keranda kemudian ditinggal di hutan begitu saja. Setelah 2 bulan barulah pihak keluarga mulailah bercocok tanam. Kemudian orang Pu-ni biasanya mengadakan Keduri selama 7 tahun. Selama itu mereka menjamu, bersukaria, menari dan menyanyi dengan diiringi gendang, seruling, gong, cenang, tawak-tawak dan guling tangan. Jamuan tersebut diletakkan di atas daun kemudian mereka buang setelah makan.
Orang Pu-ni juga memiliki tradisi yang khas terutama dalam meracik obat luka yang dikenal dengan pokok. Obat orang Pu-ni berasal dari akar. Akar tersebut di goring sampekhangus kemudian digosokkan kebagian yang luka.
Dalam hal agama, orang Pu-ni menganut agama Budha. Walau menganut agama Budha tetapi mereka tidak memiliki arca. Tetapi mereka membangun rumah budha yang bertingkat-tingkat dengan atap yang berbentuk menara. Sementara di bawah menara terdapat dua rumah kecil berisi mutiara yang dinamakan Sen Fu (Sacred Budha). Pada saat hari Budha tiba, raja Pu-ni berangkat ke upacara untuk memuja bunga dan buah yang diadakan selama tiga hari bersama penduduk.[14]
2.5    Pengaruh Islam di Brunei Darussalam
Brunei Darussalam adalah negara yang menganut sistem pemerintahan monarki absolut islam. Sistem pemerintahan seperti ini dilaksanakan secara terus menerus sampai saat ini. Raja pertama yang memeluk agama islam ialah awang alak bettar pada tahun 1368 sampai kepada sultan Muhammad Tajuddin beliau adalah sultan Brunei Darussalam yang ke-19, memerintah antara tahun 1795-1804 dan 1804-1807.
Sebelum masyarakat Brunei diperkenalkan dengan agama islam, mereka sudah lebih dahulu mengenal ajaran hindu-budha. Hal ini dibuktikan dengan adanya stupa yang dibuat oleh para musafir agama sebagai tanda untuk memberikan informasi mengenai datang dan berkembangnya agama tersebut. Namun replika batu nisan dari p’u kung chih mu, dan batu nisan rokayah binti sultan abdul majid ibni hasan ibni Muhammad shah al-sultan, dan batu nisan sayid alwi ba-faqih juga menggambarkan kedatangan sebuah agama yaitu agama islam. Agama islam di Brunei Darussalam dibawa oleh para musafir diantaranya pedagang dan mubaligh islam, sehingga islam memiliki pengaruh sangat kuat dan mendapat tempat yang baik dikalangan masyarakat biasa maupun keluarga kerajaan. Hal ini karna cara yang dilakukan untuk menganut agma islam sendiri sangat sederhana yaitu dengan mengucapkan 2 kalimat syahadat, menjauhi larangannya, dan mengerjakan perintahnya.
Islam sendiri mengalami perkembangan yang sangat pesat di kesultananan Brunei sekitar tahun 1425 M. sekaligus diangkatnya syarif ali menjadi sultan Brunei ke-13.  Pada abad ke 15 kerajaan malaka berada dibawah kekuasaan parameswara yang telah menyebarkan pengarruhnya dan mengambil alih perdangan Brunei. Hal tersebut perpengaruh terhadap penyebaran agama islam di Brunei yang awalnya dibawa oleh para pedagang. Namun pada akhir abad ke-15 kekuasaan brunei dapat diambil kembali oleh sultan Brunei. Sehingga kesultanan Brunei Darussalam memperoleh masa kegemilangan karna telah berhasil merebut kekuasaan Brunei yang sebelumnya telah direbut oleh parameswara. Masa kegemilangan ini berlangsung dari abad ke 15 hingga akhir abad ke 17. [15]





BAB III. PENUTUP
3.1 Simpulan
Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang terletak di Asia Tenggara. Letaknya di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Brunei terdiri dari dua bagian yang dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Negara ini terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan dalam melaksanakan syariat Islam, baik dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan bermasyarakat.
            Brunei Darussalam merupakan negara yang kecil di pantai utara Kalimantan. Dengan ibukotanya di daerah Bandar Sri Begawan. Luas seluruh daerah kesultanan ini adalah 5.765 Km2. Daerahnya terbagi menjadi 4 distrik, masing-masing Brunei/Muara, Tutong, Belait, dan Temburong.
Sejarah yang menyakini bahwa sebelum era kesultanan yang ada saat ini, Brunei telah memiliki suatu sistem pemerintahan tersendiri. Terbagi menjadi dua kerajaan yaitu kerajaan vijayapura dan kerajaan po-ni.
Pada era kesultanan Brunei Farussalam dipimpin oleh Sultan Muhammad Shah, Sultan Abdul Majid Hassan dan Sultan Ahmad, Sultan Syarif Ali, dan Sultan Bolkiah.
Brunei Darussalam adalah negara yang menganut sistem pemerintahan monarki absolut islam. Sistem pemerintahan seperti ini dilaksanakan secara terus menerus sampai saat ini. Raja pertama yang memeluk agama islam ialah awang alak bettar pada tahun 1368 sampai kepada sultan Muhammad Tajuddin beliau adalah sultan Brunei Darussalam yang ke-19, memerintah antara tahun 1795-1804 dan 1804-1807.

3.2 Saran
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. semoga makalah ini bermanfaat bagi pembacanya. Saran yang membangun diperlukan demi perbaikan makalah ini.














DAFTAR PUSTAKA

M.C. Ricklefs, dkk. 2013. Sejarah Asia Tenggara Dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer. Depok : Katalog Dalam Terbitan.